Selasa, 23 April 2013

Entah aku harus menyebutnya apa....

            Sore itu aku merasa senja begitu cepat menjemput matahari untuk pulang. Ia tergesa-gesa menarik-narik matahari. Ini sebenarnya ada apa? Aku tidak mengerti. Aku tanya pada awan "mengapa senja begitu tergesa-gesa menjemput matahari untuk pulang?". Awan pun tak berbicara padaku, ia malah menangis. Menangis sejadi-jadinya. Ditambah dengan gemuruh kemarahan petir yang membuat suasana semakin mencekam. Aku bingung harus melakukan apa. Aku tidak tahu harus bertanya pada siapa. Tapi aku yakin, esok pagi akan menjawab pertanyaanku. Pagi-pagi sekali aku meninggalkan tempat tidurku untuk langsung bertemu matahari, aku masih bingung kenapa kemarin senja menyuruhnya cepat pulang. Ketika sesampainya di teras rumah, matahari tak terlihat sama sekali. Yang terlihat hanya sembab awan sisa-sisa menangis kemarin sore dan sepertinya sebentar lagi awan akan menangis lagi. Setelah ini terjadi berulang-ulang kali, akhirnya aku mengerti tanpa harus menunggu jawaban dari matahari dan awan. Terkadang, kamu harus menyimpulkan sendiri apa yang terjadi disekitarmu tanpa harus menunggu. Kamu tahu? Menunggu adalah hal yang paling mubazir. Daripada kamu menunggu, lebih baik kamu berjalan selangkah demi selangkah. Usahamu akan lebih terlihat daripada hanya diam pasif tidak bergerak dan tidak berusaha.


***


                  Langit memang biru namun awan tak selalu putih. Ia akan berubah menjadi abu-abu kehitaman ketika ia sedang merasa terlalu sedih dan ingin menangis. Kasihan awan, ketika ia sedang sedih terkadang petir malah memarah-marahinya sehingga ia menangis sejadi-jadinya. Petir memang jahat. Ia tak mengerti perasaan awan. Sama hendaknya dengan kamu. Kamu tahu kalau kita berdua ini bagai Awan dan Petir? Aku Awan dan kau Petir. Ketika aku sedih dan perasaanku kalut kau tak pernah sama sekali menghiburku. Yang ada kau memarah-marahiku, membuat perasaanku semakin kalut lalu kau keluarkan emosimu sejadi-jadinya. Padahal aku terlalu sering mengalah. Tapi, kamu tidak pernah mau mengalah. Kasihan aku, selalu mau mengalah pada orang yang tak pernah membuatku bahagia. Aku bingung harus menyebutnya apa. Disaat dia berlaku seperti itu padaku, aku takut kehilangan dia. Perasaanku tidak pernah bisa dihapus oleh apapun. Mungkin ini yang dinamakan cinta buta, walau dalam buta kita bisa tersesat.


***


                    





Tidak ada komentar:

Posting Komentar